Puluhan tahun ia tidak bisa dan
tidak boleh bertemu lagi dengan
putri kesayangannya. Uang
pension yang ia dapatkan selalu ia
sisihkan dan tabung untuk
putrinya, dengan pemikiran siapa
tahu pada suatu saat ia
membutuhkan bantuannya.
Pada tahun lampau beberapa hari
sebelum hari Natal, ia jatuh sakit
lagi, tetapi ini kali ia merasakan
bahwa saatnya sudah tidak lama
lagi. Ia merasakan bahwa ajalnya
sudah mendekat. Hanya satu
keinginan yang ia dambakan
sebelum ia meninggal dunia, ialah
untuk bisa bertemu dan boleh
melihat putrinya sekali lagi. Di
samping itu ia ingin memberikan
seluruh uang simpanan yang ia
telah kumpulkan selama hidupnya,
sebagai hadiah terakhir untuk
putrinya.
Suhu diluaran telah mencapai 17
derajat di bawah nol dan
salujupun turun dengan lebatnya,
jangankan manusia anjingpun
pada saat ini tidak mau keluar
rumah lagi, karena di luaran
sangat dingin, tetapi Nenek tua ini
tetap memaksakan diri untuk pergi
ke rumah putrinya. Ia ingin
betemu dengan putrinya sekali lagi
yang terakhir kali. Dengan tubuh
menggigil karena kedinginan, ia
menunggu datangnya bus berjam-
jam di luaran. Ia harus dua kali
ganti bus, karena jarak rumah
jompo tempat di mana ia tinggal
letaknya jauh dari rumah putrinya.
Satu perjalanan yang jauh dan
tidak mudah bagi seorang nenek
tua yang berada dlm keadaan
sakit.
Setiba di rumah putrinya dlm
keadaan lelah dan kedinginan ia
mengetuk rumah putrinya dan
ternyata purtinya sendiri yang
membukakan pintu rumah gedong
di mana putrinya tinggal. Apakah
ucapan selamat datang yang
diucapkan putrinya ? Apakah rasa
bahagia bertemu kembali dengan
ibunya? Tidak! Bahkan ia ditegor:
“ Kamu sudah bekerja di rumah
kami puluhan tahun sebagai
pembantu, apakah kamu tidak
tahu bahwa untuk pembantu ada
pintu khusus, ialah pintu di
belakang rumah !”
“Nak, Ibu datang bukannya untuk
bertamu melainkan hanya ingin
memberikan hadiah Natal
untukmu. Ibu ingin melihat kamu
sekali lagi, mungkin yang terakhir
kalinya, bolehkah saya masuk
sebentar saja, karena di luaran
dingin sekali dan sedang turun
salju. Ibu sudah tidak kuat lagi
nak !” kata wanita tua itu.
“Maaf saya tidak ada waktu, di
samping itu sebentar lagi kami
akan menerima tamu seorang
pejabat tinggi, lain kali saja. Dan
kalau lain kali mau datang telepon
dahulu, jangan sembarangan
datang begitu saja !” ucapan
putrinya dengan nada kesal.
Setelah itu pintu ditutup dengan
keras. Ia mengusir ibu
kandungnya sendiri, seperti juga
mengusir seorang pengemis.